Selasa, 05 Mei 2009

HUKUM ISLAM

ISLAM DAN HUKUM ISLAM
(Hubungannya dengan Aqidah & Tasauf serta dengan Ibadah & Mu’amalat)
Oleh : Drs. H. Insyafli, M.HI


A. Pendahuluan.

Islam adalah suatu sistem yang kaaffah dan syamilah yakni mencakup segala segi atau aspek kehidupan manusia, karena Islam bukanlah hasil rekayasa manusia, tetapi dia adalah wahyu Allah yang suci dan diturunkan kepada Rasul yang suci, yang mempraktekkan dan mencontohkan kepada manusia bagaimana seluruh aspek dari Islam itu dioperaisonalkan dalam kehidupan nyata manusia.
Makalah ini akan membahas Islam dan hukum Islam serta hubungannya dengan aqidah, tasauf dan dengan ibadah, muamalat. Jadi akan dibahas secara ringkas dan umum pengertian Islam dan beberapa aspeknya, dan secara khusus akan dikupas aspek hukum Islam.
Setelah kita memahami apa itu Islam dan apa itu hukum Islam serta aqidah, tasauf dan ibadah, mu’amalah, maka akan terlihatlah tali merah yang menghubungkan antara satu sama lain.

B. Pengertian Islam.
Mengenai pengertian Islam, ada pembahasan yang cukup menarik yang dilakukan oleh Prof.DR.H Tahir Azhary,SH. Dalam bukunya ‘Negara Hukum’ di bawah judul ‘Konsep al-din al-Islami menurut al-Qur’an , sebagai berikut; Islam adalah al-din ( the religion). Istilah al-din hanya ada dalam al-Qur’an . Pernyataan ini tercantum dalam dua ayat . Pertama, dalam surat Ali Imran ayat 19, yang artinya;
“ Sesungguhnya agama yang diridlai di sisi Allah hanyalah Islam”
Ayat kedua ada dalam surat al-Ma’idah ayat 3 yang artinya;
“ Pada hari ini Ku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Kucukupkan nikmat-Ku dan telah Kuredlai Islam sebagai agama bagimu “.
Perkataan al-din sebagaimana tercantum dalam dua ayat al-Qur’an di atas merupakan suatu konsep yang terdiri dari dua komponen pokok pengaturan hubungan antara manusia dengan Allah (hubungan vertical, hablun minallah) dan antara manusia dengan manusia dalam suatu masyarakat atau dalam suatu Negara bahkan mungkin pula antar Negara serta antara manusia dengan lingkungannya (hubungan horizontal, hablun minannas). Dengan kata lain al-din al-Islami mengandung konsep bidimensional yang mencakup dua aspek kehidupan manusia yaitu aspek religius-spiritual dan aspek kemasyarakatan yang bertumpu pada ajaran tauhid.
Karena konsep al-din dalam al-Qur’an memiliki dua aspek, maka wahyu Allah SWT yang telah dibukukan dalam kitab suci al-Qur’an dan diperjelas oleh Sunnah Rasul berisi seperangkat kaidah yang mengatur bagaimana seharusnya manusia sebagai makhluk Allah dan sebagai khalifah-Nya (pengelola bumi dan lingkungan) berprilaku, baik dalam hubungannya dengan Allah, maupun hubungannya sesama manusia dan lingkungannya.
Para sarjana muslim membagi al-din al-Islami itu kepada tiga komponen yaitu, aqidah, syari’ah dan akhlak. Ketiga komponen ini merupakan suatu totalitas yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dalam ketiga komponen ini pula terlibat tiga factor yang saling berkaitan yaitu posisi Allah, manusia sebagai individu maupun sebagai suatu kelompok masyarakat dan alam lingkungan hidup dari manusia tersebut.
Aqidah dapat diartikan suatu sistem keyakinan yang bersifat monotheisme murni yang hanya ada dalam Islam. Syari’ah merupakan seperangkat kaidah yang mengatur prilaku manusia yang mencakuip dua aspek hubungan vertical dengan Allah dalam hal ini disebut ibadah dan hubungan horizontal dengan manusia dan lingkungnnya atau disebut mu’amalah. Akhlak merupakan komponen ketiga dalam al-din al-Islami .
Di dalam akhlak terdapat seperangkat norma dan nilai etik atau moral. Bagaimana seharusnya manusia bersikap dan bertingkahlaku dalam melaksanakan hubungannya baik dengan Allah maupun dengan sesama manusia dan makhluk Allah yang lainnya.
Dengan mengutip firman Allah SWT dalam surat al-Anbiya’ ayat 170 Prof.DR Bustanuddin Agus, MA memulai uraian tentang ruang lingkup dan sistematika ajaran Islam. Menurutnya bahwa Nabi Muhammad SAW diutus sebagai rahmat untuk penghuni alam semesta. Rahmat mengandung aspek jasmaniah dan rohaniah. Dengan demikian ajaran yang disampaikannya mengandung pedoman pokok yang diperlukan untuk tercapainya kesejahteraan tersebut, bukan hanya bagi ummat Islam tetapi segenap penghuni alam semesta.
Lebih lanjut Bustanuddin menjelaskan bahwa kerahmatan dan kesejahteraan untuk umat manusia memerlukan petunjuk mengenai pandangan dan keyakinan hidup, nilai-nilai moral, kehidupan bernegara, perlindungan terhadap hak hidup, hak milik, kesehatan dan seterusnya. Pendek kata ajaran Islam itu sangat komprehensif mencakup semua aspek kehidupan manusia, mulai dari hal-hal yang kecil-kecil seperti do’a mau masuk WC, sampai kepada hal-hal yang besar-besar, mulai dari alam nyata sampai kepada alam ghaib.
Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya Kuliah Islam seperti yang dikutip oleh Bustanuddin, membagi ajaran Islam itu kepada tiga yaitu; aqidah, syari’ah dan akhlak. Aqidah terbagi kepada enam rukun iman. Syari’ah dibagi kepada ibadah (dalam arti khusus) dan mu’amalat. Ibadah terdiri dari thaharah, shalat, zakat, shaum dan haji. Mu’amalat terbagi kepada hukum perdata dan hukum public. Hukum perdata mencakup , hukum niaga, hukum nikah, hukum waris dan lain sebagainya. Hukum public mencakup hukum pidana, hukum Negara, hukum perang dan damai (hukum jihad) dan lain sebagainya. Akhlak terdiri akhlak kepada Khalik dan makhluk.
Akhlak kepada makhluk terdiri dari akhlak kepada manusia dan bukan manusia. Akhlak kepada manusia terdiri dari akhlak kepada diri sendiri, kepada tetangga dan kepada masyarakat lainnya. Akhlak kepada bukan manusia akhlak kepada flora, fauna dan lain sebagainya.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa Islam sebagai al-din memiliki karekteristik sendiri. Islam bukan hanya sekedar agama yang mengandung doktrin ritual semata, tetapi ia merupakan suatu pandangan holistik yang menyeluruh dan sistematis. Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Karena itu aspek-aspek kenegaraan dan hukum hanyalah merupakan bahagian dari Islam.

C. Pengertian Hukum Islam.
Sebelum menjelaskan apa itu hukum Islam, penulis ingin mengingatkan bahwa ada tiga kata yang berdekatan maknanya, dan bahkan kadangkala ada orang yang susah membedakan antara ketiganya. Ketiga kata ini dijelaskan oleh Prof. DR. H. Muchsin, SH sebagai berikut. Pertama kata ‘hukum’. Hukum dapat diartikan sebagai norma atau kaidah, yaitu tolok ukur, patokan , pedoman yang dipergunakan untuk menilai tingkah laku atau perbuatan manusia. Di dalam Islam ada lima hukum atau kaidah yang dijadikan patokan perbuatan manusia, yaitu; 1. Wajib. 2. Sunnah, 3. Mubah, 4. Makruh, 5. Haram.
Kata kedua adalah syari’ah. Syari’ah ialah norma dasar yang datangnya dari Allah SWT melalui Rasul-Nya berisi perintah , larangan dan anjuran yang meliputi seluruh aspek kehidupan manusia. Syari’at merupakan norma dasar . Karena bersifat dasar maka secara rinci dijelaskan oleh Rasul-Nya dalam hadits.
Kata ketiga adalah Fiqih. Karena norma-norma dasar yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits banyak yang bersifat global atau umum, maka perlu dijelaskan lebih lanjut. Untuk melakukan perumusan lebih detil tentang doktrin-doktrin yang umum sehingga bisa direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari diperlukan ijtihad para mujtahid yang dibukukan dalam ilmu tersendiri yaitu ilmu fiqih. Karena itu dalam fiqih membutuhkan aktualita pemikiran untuk merespon perkembangan yang terjadi di tengah masyarakat.
Hasil dari kajian yang menggunakan ilmu fiqih inilah lahir apa yang disebut fiqih. Dengan kata lain ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas menentukan dan menguraikan hukum-hukum dasar yang terdapat dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Dalam bukunya ‘Reformasi Hukum Islam di Indonesia’ Profesor. DR.H. Abdul Manan, SH, S.IP, M.Hum, menegaskan bahwa fiqih dapat berupa ilmu yang mempelajari syari’ah dan sekarang sudah menjadi mata kuliah pokok pada Perguruan Tinggi Islam. Fiqih juga dapat berbentuk hukum, yaitu hukum yang berasal dari rasio atau hasil pemikiran manusia dan kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam masyarakat. Fiqih yang sudah berbentuk peraturan atau undang-undang mempunyai daya paksa untuk melaksanakannya dan itulah yang disebut qanun.
Qanun merupakan hukum yang dibuat dengan ikut campur tangannya kekuasaan Negara dalam menyelesaikan perkara tertentu, misalnya qanun mu’amalah, qanun ahwalusy syakhshiyyah, qanun jinayah dan sebagainya.
Menurut Muchsin, hukum Islam secara umum mencakup pengertian aturan hukum yang bersumber dari syari’at yang bersifat qath’iy dan juga mencakup aturan hukum yang bersumber dari ijtihad yang bersifat dzonni.
Menurut Abdul Manan, bahwa dalam kitab-kitab fiqih tradisional, para pakar tidak mempergunakan kata hukum Islam dalam literature yang ditulisnya. Yang biasa digunakan ialah istilah syari’at Islam, hukum syara’, fiqih, syari’at dan syara’. Kata hukum Islam baru muncul ketika para orientalis Barat mulai mengadakan penelitian terhadap ketentuan syari’at Islam dengan term ‘Islamic Law’ yang secara harfiyah dapat disebut dengan hukum Islam. Hukum Islam merupakan rangkaian dari kata hukum dan kata Islam secara terpisah merupakan kata yang dipergunakan dalam bahasa Arab dan juga berlaku dalam bahasa Indonesia, yang hidup dan terpakai meskipun tidak ditemukan artinya secara defenitif.
Menurut Abdul Manan lebih lanjut, bahwa para ahli hukum masih bebeda pendapat dalam memberi arti hukum Islam. Sebahagian mereka mengatakan bahwa hukum Islam merupakan pedoman moral, bukan hukum dalam pengertian hukum modern. Sebahagian ahli hukum yang lain mengatakan bahwa hukum Islam adalah hukum dalam tatanan hukum modern. Hal ini dapat dilihat bahwa muatan yang terdapat dalam hukum Islam mampu menyelesaikan segala persoalan masyarakat yang tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu. Hukum ini dapat memenuhi aspirasi masyarakat bukan hanya masa kini, tetapi dapat juga dijadikan acuan dalam mengantisipasi pertumbuhan social, ekonomi dan politik sekarang dan pada masa yang akan datang. Hukum Islam bukan sekedar norma statis yang mengutamakan kedamaian dan ketertiban saja, tetapi juga mampu mendinamiskan pemikiran dan merekayasa prilaku masyarakat dalam mencapai cita-cita dalam kehidupannya.
Menurut Amir Syarifuddin seperti yang dikutip oleh Abdul Manan, untuk memahami pengertian hukum Islam, perlu diketahui lebih dahulu kata “hukum” dalam bahasa Indonesia dan kemudian kata hukum itu disandarkan kepada “Islam”. Pengertian hukum secara sederhana adalah, “seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun oleh orang-orang yang diberi wewenang oleh masyarakat itu, berlaku dan mengikat untuk seluruh anggotanya”. Bila kata hukum itu dihubungkan dengan kata “Islam” atau kata syara’ maka hukum Islam akan berarti, “ seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan mengikat untuk semua manusia yang beragama Islam”. Bila pengertian ini dihubungkan dengan pengertian fiqih, maka yang dimaksud dengan hukum Islam itu ialah fiqih dalam literature yang berasal dari bahasa Arab. Dengan demikian setiap fiqih diartikan juga dengan hukum Islam yang mempunyai term seperti sekarang ini.
Demikian ulasan Amir Syarifuddin.
Hukum Islam menurut definisi yang dikemukakan oleh Hasbi Ash-Shiddieqy dalam bukunya Falasafah Hukum Islam ( yang tidak lain dari pada fiqih Islam menurut Hasbi) adalah,”Koleksi daya upaya para fuqaha dalam menerapkan syari’at Islam sesuai dengan kebutuhan masyarakat”. Lebih lanjut menurut Hasbi bahwa hukum Islam (fiqih) itu adalah hukum yang terus hidup sesuai dengan undang-undang gerak dan subur. Dia mempunyai gerak yang tetap dan perkembangan yang terus menerus. Karenanya hukum Islam itu senantiasa berkembang dan perkembangan itu merupakan tabiat hukum Islam yang terus hidup.
Setelah meninjau lima sifat hukum Islam yang melekat pada dirinya sebagai suatu fitrah yaitu (1) bidimensional, (2) adil, (3) individualistik dan kemasyaraatan, (4) komprehensif dan (5) dinamis, maka akhirnya Tahir Azhary tiba pada suatu tesis bahwa hakikat hukum Islam ialah syari’ah yang merupakan “ cara hidup yang berasal dari nilai-nilai abadi dan mutlak, diwahyukan dengan jalan keseluruhan amanat Qur’an”

D. Hubungan Islam, Hukum Islam dengan Aqidah, Tasauf.
Hubungan antara ketiga aspek ajaran Islam, yaitu aqidah, syari’ah, akhlak, adalah hubungan yang sangat kokoh dan tidak dapat dipisahkan. Meskipun sekilas terlihat antara ketiga aspek itu seperti berjauhan.
Dalam melihat hubungan ketiga aspek tersebut di atas ada baiknya kita simak uraian yang dibuat oleh Bustanuddin Agus berikut ini. Dijelaskannya bahwa aqidah atau iman merupakan keyakinan, prinsip atau pendirian yang tertanam dalam hati. Kata-kata beriman di dalam al-Qur’an biasanya diiringi dengan kata-kata beramal saleh. Menurut Bustanuddin beramal saleh dinamakan syari’at, karena syari’at dan amal saleh itu ditujukan kepada tingkah laku, perbuatan dan tindakan lahiriyah. Hal ini dapat diterima. Jadi iman itu tidak bisa dipisahkan dengan mengamalan syari’at. Sekedar sebagai contoh, iman kepada Allah al-Hadi (Yang Maha Memberi Petunjuk) harus dipraktekkan dengan cara membaca dan mengamalkan petunjuk-petunjuk-Nya itu. Iman kepada akhirat diamalakan dengan berhati-hati dalam tindakan karena semuanya akan dibalasi di akhirat. Sebaliknya, amal saleh berupa sholat harus didasari iman bahwa sholat itu hal penting dalam Islam dan berfungsi untuk mencegah yang keji dan mungkar.

Sejalan dengan keadaan manusia yang juga memiliki rohani dan perasaan, para ulama juga menunjukan perhatian kepada aspek ini dengan mengembangkan ilmu khusus tentang pembinaan rohani dalam Islam yang dinamakan tasauf akhlak. Perhatian dalam ilmu ini ditujukan kepada hal-hal yang menyucikan rohani, mendekatkan diri kepada Allah dan sifat-sifat terpuji seperti sabar, tawakkal, qana’ah (merasa cukup dengan apa yang ada) dan lain sebagainya. Karena itu tinjauan terhadap bidang ini ada juga yang menamakannya dengan asapek ihsan dari ajaran Islam. Para ahli tasauf sangat menekankan pentingnya kekhusyu’an dalam sholat, niat yang ikhlas dalam beramal, cinta kepada Allah dan lain sebagainya.
Dengan kata lain, keimanan yang diamalkan melalui syari’at, haruslah melahirkan akhlak atau prilaku-prilaku terpuji, seperti ikhlas, sabar, tawakkal, qana’ah dan sifat-sifat terpuji lainnya.
Dari uraian di atas terlihatlah adanya hubungan antara Islam, hukum Islam dengan aqidah dan tasauf, dimana aqidah dan tasauf harus dilaksanakan dan dipraktekkan dalam bentuk amal perbuatan yang merupakan hukum Islam, sebaliknya hukum Islam baik ibadah maupun mu’amalat harus pula dilaksanakan dengan didasari oleh aqidah dan tasauf yang baik pula, karena antara keduanya terdapat hubungan yang saling melengkapi.

E. Hubungan Islam, Hukum Islam dengan Ibadah, Mu’amalat.
Seperti yang telah diuraikan dalam pembahasan tentang Islam di atas, bahwa Islam itu mencakup tiga aspek, yaitu, aqidah, syari’ah dan akhlak. Antara ketiga aspek ini terikat dengan ikatan yang sangat kuat sehingga ketiganya tidak dapat dipisahkan, antara satu sama lainnya terdapat hubungan yang sangat erat.
Menarik sekali uraian yang dibuat oleh Prof.DR.H.Bustanuddin MA, tentang hubungan ketiga aspek tersebut. Khusus dalam sub ini adalah hubungannya dengan Ibadah dan Mu’amalat. Dimana dijelaskannya sebagai berikut, “Syari’ah biasa pula dibagi kepada ibadah dan mu’amalat. Yang pertama mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, sedangkan yang kedua mencakup hubungan manusia dengan sesama manusia. Tetapi kalau kita perhatikan apa yang dinamakan ibadah itu seperti shalat, puasa, zakat dan lain sebagainya, bukan saja merupakan hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga untuk memperkokoh hubungan antara yang melakukannya dengan sesama manusia. Dalam sholat banyak bacaan yang mendo’akan keserasian hubungan dengan sesama manusia. Sholat dianjurkan sekali agar dilakukan secara berjama’ah sehingga merupakan wadah untuk membina kesatuan sosial. Puasa diwajibkan juga supaya meningkatkan kesantunan kepada orang miskin. Zakat jelas-jelas merupakan hubungan sesama manusia, disamping juga hubungan dengan Allah. Demikian juga mu’amalat seperti pernikahan, jual beli, belajar mengajar, bekerja dan lain sebagainya, yang dianggap sebagai mu’amalat sebenarnya, adalah ibadah kepada Allah SWT” .
Dengan pemahaman bahwa ibadah dan muamalah adalah merupakan wujud pengabdian seorang muslim kepada Tuhannya, sehingga terlihat hubungan timbale balik yang sangat erat antara keduanya sehingga dapat disimpulkan bahwa, “apa yang biasa dikenal sebagai ibadah, juga merupakan pembinaan hubungan sosial dan dilaksanakan dengan jasmani dan harta. Demikian pula berbagai kegiatan yang biasa dianggap sebagai mu’amalat, juga hendaknya dilakukan sebagai ibadah kepada Allah. Maka masing-masing dari ibadah dan mu’amalat merupakan dua sisi dari kegiatan setiap Muslim. Maka ibadah dan mu’amalat dalam pengamalan ajaran Islam juga harus terpadu”.
Dengan uraian di atas semakin jelaslah hubungan antara Islam, Hukum Islam dengan Ibadah, Mu’amalat. Dimana dapat disimpulkan bahwa ibadah dan mu’amalat adalah bahagian dari hukum Islam disamping ada bahagiaan lain dari hukum Islam seperti Munakahat, Jinayat dan lain-lain, dan hukum Islam adalah bahagian dari Islam. Dimana hukum Islam lebih luas dari ibadah dan muamalah.
Dengan demikian objek yang dibahas dalam setiap bidang ajaran Islam tersebut adalah sama , seperti iman kepada Allah, kitab dan Rasul serta berbagai ibadah dan mu’amalat dan lain sebagainya. Dalam pengamalan dan penghayatan kehidupan beragama ketiga aspek itu tidak boleh dipisahkan. Dalam setiap amal yang tentunya harus disesuaikan dengan hukum Islam (syari’ah), juga harus dilandasi oleh keimanan bahwa hal tersebut adalah perintah Allah SWT, serta dilaksanakan dengan penuh keihklasan dan kecintaan kepada-Nya. Adanya ketiga aspek itu dalam setiap amal dan kegiatan sehari-hari sebagai seorang muslim merupakan keterpaduan ajaran Islam antara ketiga bidang tersebut, terpadu antara aqidah, syari’ah (hukum Islam) dan Tasauf/akhlak. Hubungan keterpaduan itu sejalan pula dengan sifat ajaran Islam sebagai agama tauhid yang bukan saja berarti mengesakan Tuhan , tetapi juga memadukan aspek-aspek tersebut dalam setiap kegiatan sehari-hari.

F. Kesimpulan.

1. Para sarjana muslim membagi al-din al-Islami itu kepada tiga komponen yaitu, aqidah, syari’ah dan akhlak.
2. Hukum Islam berarti seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan mengikat untuk semua manusia yang beragama Islam.
3. Hubungan antara Islam, hukum Islam dengan aqidah dan tasauf, dimana, aqidah dan tasauf harus diamalkan dalam wujud hukum Islam. Dengan demikian imannya berbuah amal. sebaliknya hukum Islam, baik ibadah maupun mu’amalah yang dilaksanakan seorang muslim harus dilaksanakan dengan didasari dan disertai dengan aqidah dan tasauf yang baik pula.
4. Hubungan antara Islam, Hukum Islam dengan Ibadah, Mu’amalah. Dimana dapat disimpulkan bahwa ibadah dan mu’amalah adalah bahagian dari hukum Islam, dan hukum Islam adalah bahagian dari Islam

DAFTAR PUSTAKA

Prof.DR.H.Tahir Azhary,SH, Negara Hukum, Suatu Studi Tentang Prinsip-prinsipnya Dilihat dari Segi Hukum Islam Implementasinya pada Priode Negara Madinah dan Masa Kini, Jakarta, Kencana , 2004.

Syeikh Mahmoud Syaltout, Islam Sebagai Aqidah dan Syari’ah, terjemahan oleh Bustami A.Gani dkk, Jakarta, Bulan Bintang, 1970.

DR. Bustanuddin Agus, MA, Al-Islam, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada,1993.
Prof.DR. H. Muchsin, SH, Masa Depan Hukum Islam di Indonesia, STIH Iblam, Jakarta, 2004.

Prof.DR.H.Abdul Manan, SH, S.IP, M.Hum, Reformasi Hukum Islam di Indosia, Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2005.

Profesor.Dr. T.M HasbI Ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1975.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar