B A B
MENJATUHKAN PUTUSAN TERHADAP PIHAK YANG GHAIB
Diterjemahkan dari Kitab Qalyuby Wa ‘Amirah
Oleh : Drs.H. Insyafli, M.HI
Hal itu (menjatuhkan putusan terhadap pihak yang ghaib) boleh , jika ada bukti yang memberatkan pihak yang ghaib tersebut, sedangkan Penggugat mendalilkan Tergugat yang ghaib itu menyangkalnya.
Jika Penggugat mendalilkan bahwa Tergugat mengakui, maka tidak perlu didengar bukti-bukti Penggugat ( gugatan tidak dikabulkan). Jika Penggugat tidak menjelaskannya ( menolak atau mengakui Tergugat) maka menurut al-Ashah, didengarkan buktinya. Da bahwa tidak wajib Hakim mengangkat seorang musakhkhar مسخر yang akan bertugas membela pihak yang ghaib.
Wajiblah Hakim mengambil sumpah Penggugat, setelah ada bukti bahwa suatu hak tetap (secara hukum) dalam tanggung jawabnya. Menurut satu pendapat (qila) Cuma disunatkan hal itu. Kedua hal ini berlaku pula dalam gugatan terhadap anak kecil dan orang gila, atau orang mati yang tidak punya ahli waris
Kalau seorang wakil ( penggugat) menggugat terhadap yang ghaib, maka tidak ada penyumpahan.
Kalau datang Tergugat (yang ghaib) dan dia mengatakan bahwa orang yang mewakilkan kepadamu telah membebaskan aku dari tuntutan hak, maka dia diperintahkan tunduk kepada wakil tadi.
Apabila telah ditetapkan sejumlah harta terhadap yang ghaib, sedangkan dia memiliki sejumlah harta yang ada di tempat, maka Hakim memutuskan dari harta yang ada tersebut.
Kalau dia tidak punya harta yang ada di tempat, maka atas permintaan Penggugat, Hakim melimpahkan kepada Hakim di tempat tinggal yang ghaib, untuk mendengar bukti untuk memutuskan hukum dan menyerahkan harta tersebut. Atau dia menyerahkan seorang hakam untuk mengambil harta.
Menyerahkan itu adalah mengangkat dua saksi yang adil tentang hal-hal di atas. Disunatkan pula membuat surat yang didalamnya disebutkan hal-hal yang menjelaskan tentang orang yang dibebani secara hukum dan yang diuntungkan secara hukum. Surat itu distempel. Kedua saksi tadi menjadi saksi atas surat tersebut jika pihak yang kalah menyangkal.
Jika pihak yang kalah mengatakan bahwa yang tertulis dalam surat itu bukan dia, maka dia dapat dibenarkan dengan sumpahnya. Pihak Penggugat wajib membuktikan bahwa yang tertulis dalam surat itu adalah nama pihak yang kalah dan nasabnya, jika Penggugat telah membuktikan, lalu terkalah berkata, saya bukanlah yang terhukum, maka wajib dia menerima hukum, jika tidak ada orang lain yang sama nama dan ciri-cirinya. Kalau ada, orang lain itu harus dihadirkan, kalau ia mengakui, maka dia diminta memenuhi putusan, dan orang pertama dibebaskan. Jika dia tidak mengakui, maka Hakim minta kepada Hakim yang membuat surat agar menambah saksi untuk tambahan penjelasan identitas yang membedakan dengan orang lain, lalu dia membuat surat kembali.
Jika Hakim di tempat yang ghaib datang ke tempat Hakim semula, maka lalu menyebutkan secara lisan akan keputusannya, maka dalam hal dia melaksanakan putusan ketika dia tekah kembali ke negerinya, ada perbedaan pendapat seperti halnya Hakim memutus berdasarkan pengetahuannya sendiri.
Kalau keduanya memanggil pihak terhukum di pinggir wilayaha keduanya, hal itu bisa dilakukan. Jika dia cukupkan mendengarkan bukti terhadap si fulan, maka Hakim menulis surat bahwa saya telah mendengar bukti terhadap si fulan seraya menyebutkan namanya jika dia tidak menganggap adil, tapi jika dia anggap adil tidak perlu menyebutkan namanya.
Menulis surat tentang putusan, bisa dilaksanakan dalam jarak dekat, dan untuk mendengar bukti tidak dapat dikabulkan menurut al-shahih, kecuali dalam jarak dapat diterimanya kesaksian atas kesaksian.
Selasa, 05 Mei 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar